Tepat pukul 5 sore,
sedangkan Vita belum juga pulang dari sekolahnya. Mamah sangat cemas saat itu,
walaupun bukan kali ini saja Vita terlambat pulang tanpa ijin dan membuat
ibunya cemas. Mamah tampak sibuk menekan – nekan tombol handphonenya. “keterlaluan,
sudah sore begini belum juga pulang, ditelepon tapi tidak diangkat, maunya apa
sih!” gumam mamah sejak tadi.
Beberapa menit
kemudian terdengar suara motor dari depan rumah, mamah segera melihat dari
balik jendela. “Dah...” terlihat Vita
sedang melambaikan tangan pada seorang anak laki – laki yang sudah
mengantarnya. Mamah terlihat marah dan langsung menghampiri Vita yang sedang
melepas sepatunya. “Vita! Kemana saja kamu dari tadi?! Kamu bikin mamah cemas
Vita!” bentak mamah. Namun Vita tidak menghiraukan ibunya itu. Mamah bertambah marah
dengan sikap acuh Vita. “Mah, Vita kan udah gede! Ngapain cemas sih? Lagian
juga ga’ mungkin Vita diculik!” jawab Vita dengan ketus.
Mamah tampak
lelah dengan sikap Vita yang terus membantah perkataannya. Semenjak kematian
ayahnya yang sangat mendadak, sikap Vita menjadi berubah. “Kemana saja kamu
tadi?!” Tanya mamah sekali lagi. Vita yang baru saja menyuapkan satu suap nasi
kemulutnya langsung memalingkan wajah dan mengembalikan lagi makanan yang
semula akan dimakannya.
Seharian penuh
Vita mengurung diri dikamarnya. Dia tidak menghiraukan ibunya yang membujuknya
keluar sejak tadi. “Cerewet banget sih!” gumam Vita. Dia terus saja membaca
komik kesayangannya sembari mendengarkan radio dikamarnya. Dia tidak memikirkan
ibunya sama sekali. Sampai tepat jam 9 malam, tiba – tiba Vita terdiam sejenak
saat saluran radio yang sedang didengarkannya memutar lagu berjudul ‘Bunda’ –
Melly goeslow. Dia dengar alunan lagu tersebut pelan – pelan. Sampai ia
tertidur saat itu juga.
***
“Ah!” Vita menjerit saat ia baru
terbangun dan mendapati ruangan kamarnya telah disinari oleh terik matahari
pagi. “Jam berapa ini? Kenapa mamah ngga bangunin aku sih?” Vita langsung
bergegas turun dari tempat tidurnya dan segera mandi. Setelah dia mengenakan
pakaian seragamnya, dia keluar dari kamar dan langsung mencari ibunya kesana
kemari. Namun anehnya, Vita tidak menemukan ibunya walaupun ia sudah mencari
keseluruh sudut rumahnya. Vita bingung mondar – mandir tidak karuan, dia
berhenti mencari ibunya saat ia lihat jam ditangannya menunjukan pukul 7 lebih
10 menit pagi. “Sial!” dia langsung berlari keluar dari rumah nya untuk
berangkat sekolah.
Vita terus saja berlari hingga
keluar dari gang komplek rumahnya. Dia melihat sekeliling sejenak untuk mencari
becak karena tidak mungkin dia naik angkutan umum saat ini. Beruntung, ada satu
becak diseberang gangnya. Segera saja Vita berlari dan naik becak itu. “mang,
SMA 58 ya!” perintah Vita pada tukang becak. Saat becak mulai berjalan,
sekelebat tampak bendera kuning tertancap didepan gang rumah Vita. “Hah?”
sentak Vita kaget. Tapi, ia tidak begitu menghiraukannya.
Sesampainya Vita didepan gerbang
sekolah, Vita langsung berlari menuju kekelasnya. Tetapi ada yang aneh disini.
Sangat aneh. Sekolah Vita sangat sepi sekali pagi itu. “kenapa ya? Inikan bukan
hari libur?” Tanya Vita pada dirinya sendiri.
Ia berjalan perlahan menuju
kelasnya. Disetiap sudut, sekolah itu tetap lengang. Tidak ada suara
sedikitpun. Vita merasa takut dan segera berlari kekelasnya. Tapi sayang, kelas
Vita tampaknya terkunci. Vita berusaha membukanya, tapi tidak bisa, pintu itu
terkunci. “Kok kaya gini sih? Pada kemana?” Tanya Vita sekali lagi. Dia berdiri
didepan kelas dan berusaha menelepon sahabatnya, tapi tidak diangkat. Dicobanya
sekali lagi, tetap tidak diangkat. “Ah, kayanya sekolah udah bubar! “Jadi
ngapain tadi sampe buru – buru!” keluh Vita.
Vita berjalan
sendirian meninggalkan kelasnya. Dia tengok kekanan – kiri. Ada yang aneh hari
ini! Pikirnya. Dia berjalan perlahan sampai ia berhenti ditangga untuk duduk
sebentar. “capeknya..” keluh Vita. Ia mengambil mp3nya, dan segera memutar lagu
kesukaannya. Beberapa menit Vita duduk disitu. Sampai ada seorang wanita paruh
baya menghampirinya dengan wajah cemas.
“Ngapain kamu
disini?” tanya wanita itu tiba – tiba. Vita bingung dan tidak menjawab
pertanyaan wanita itu. “kamu Vita, kan?” tanya wanita itu sekali lagi. “Iya.
Kenapa bu?” tanya vita.
“Sebaiknya kamu
cepat pulang!” perintah wanita itu.
“Iya, bentar lagi
juga emang mau pulang. Ibu siapa?” tanya Vita.
“Sebaiknya kamu
pulang sekarang!” kali ini wanita itu membentak Vita.
Vita tampak
bingung sekali. “Memang ada apa dia menyuruhku pulang?” Tanya vita dalam hati.
Vita akhirnya
menuruti kata – kata wanita itu. Dia pulang segera walaupun hanya jalan kaki.
***
Sesampainya Vita
didepan gerbang, Vita dihampiri oleh tukang becak yang pagi tadi mengantar Vita
kesekolah. “Neng, cepetan pulang.”
“ada apa mang? Kok mata mang merah gitu?” tanya Vita. “lebih
baik mah neng cepet pulang dulu.” Jawab si tukang becak.
Vita merasa
semakin aneh saat itu. Karena khawatir, vita langsung menghampiri rumahnya.
“Loh, kok banyak orang sih?” tanyanya saat melihat kerumunan orang berada
dirumahnya. Dengan langkah yang cukup pelan Vita masuk kerumah. Vita amati
orang – orang dirumahnya satu per satu. Wajah mereka sedih dan mata mereka
tampak memerah. Vita tampak gemetar. Apalagi saat ia melihat sahabatnya
menangis disitu. Ada apa? Vita ingin bertanya namun bibirnya gemetar. Mana
mamah? Dia baru ingat bahwa mamahnya tidak ada saat pagi tadi.
Ditengah tangisan
orang – orang itu, Vita berusaha mencari mamahnya. Mungkin ada diantara mereka,
pikirnya. Namun ibunya tidak ada dikerumunan orang itu. Hingga ia tiba diruang
tengah. Dia mematung berdiri disana. Bibirnya sulit sekali bergerak. Dia
melihat ibunya berbaring dan sudah dibalut oleh kain kafan. Badan Vita lemas
seketika saat itu. “Ngga mungkin! Saya ngga mau! Saya ngga mau jadi yatim
piatu! Saya belum minta maaf.” Ucap batinnya. Air mata Vita mengalir dengan
deras saat itu. Deras sekali. Ia tidak bisa mendengar ucapan orang – orang yang
berusaha menenangkannya. Semuanya terasa buram, hingga Vita terjatuh disamping mayat
ibunya.
“mamaaaaah!!!
Jangan tinggalin Vita! Bangun mah!! Bangun!” Vita memberontak dengan air matanya yang mengalir. Mulutnya
tidak berhenti menjerit. Namun semuanya memang terlambat ia rasa. Lebih baik
aku ikut mati bersamamu mah, ucap kata hatinya. Namun ibunya tetap tidak
terbangun. Tubuh mamah yang biasa hangat kini terasa membeku. Tangisan Vita
semakin dan semakin deras. Hingga semuanya terasa gelap dan Vita tidak sadarkan
diri. “MAAMAAAAAAAAH!!!”
***
‘Beep beep’
Bunyi handphone
Vita menandakan ada satu pesan masuk. Bunyi itu membangunkan Vita tiba – tiba.
“mamaaaaaaaaaaaah!”
jerit Vita. “mah! Mamaaaaaah! Maafin Vita!!!!”
Suara jeritan
Vita terdengar hingga ruang makan. Mamah berlari tergesa – gesa kekamar Vita
setelah mendengar jeritan itu. “Vita! Kenapa kamu, nak?” Vita baru tersadar bahwa semuanya hanya mimpi
setelah belaian mamah menyentuh rambutnya. Seketika Vita langsung memeluk
ibunya. Vita menangis. Mimpi itu adalah mimpi yang sangat nyata dan paling
buruk.
“Mah.. Vita minta
maaf..” ucap Vita dengan genangan air mata yang mengalir. Mamah mengerti apa
yang terjadi pada anaknya. “ya sayang, sudah jangan menangis ya..” Bagi Vita
saat ini adalah saat yang paling menenangkan baginya. Sudah lama ia tidak
memeluk ibunya itu. Semua berubah mulai hari itu. Mimpi yang dialami vita telah
mengajarkannya untuk tidak melawan orangtuanya. Cukup baginya kehilangan
seorang ayah, tidak untuk ibunya. Dia berjanji akan menjaga ibunya sampai ia
tua nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar