Kamis, 12 Februari 2015

Mimpi


Tepat pukul  5 sore, sedangkan Vita belum juga pulang dari sekolahnya. Mamah sangat cemas saat itu, walaupun bukan kali ini saja Vita terlambat pulang tanpa ijin dan membuat ibunya cemas. Mamah tampak sibuk menekan – nekan tombol handphonenya. “keterlaluan, sudah sore begini belum juga pulang, ditelepon tapi tidak diangkat, maunya apa sih!” gumam mamah sejak tadi.
          Beberapa menit kemudian terdengar suara motor dari depan rumah, mamah segera melihat dari balik jendela. “Dah...”  terlihat Vita sedang melambaikan tangan pada seorang anak laki – laki yang sudah mengantarnya. Mamah terlihat marah dan langsung menghampiri Vita yang sedang melepas sepatunya. “Vita! Kemana saja kamu dari tadi?! Kamu bikin mamah cemas Vita!” bentak mamah. Namun Vita tidak menghiraukan ibunya itu. Mamah bertambah marah dengan sikap acuh Vita. “Mah, Vita kan udah gede! Ngapain cemas sih? Lagian juga ga’ mungkin Vita diculik!” jawab Vita dengan ketus.
          Mamah tampak lelah dengan sikap Vita yang terus membantah perkataannya. Semenjak kematian ayahnya yang sangat mendadak, sikap Vita menjadi berubah. “Kemana saja kamu tadi?!” Tanya mamah sekali lagi. Vita yang baru saja menyuapkan satu suap nasi kemulutnya langsung memalingkan wajah dan mengembalikan lagi makanan yang semula akan dimakannya.
          Seharian penuh Vita mengurung diri dikamarnya. Dia tidak menghiraukan ibunya yang membujuknya keluar sejak tadi. “Cerewet banget sih!” gumam Vita. Dia terus saja membaca komik kesayangannya sembari mendengarkan radio dikamarnya. Dia tidak memikirkan ibunya sama sekali. Sampai tepat jam 9 malam, tiba – tiba Vita terdiam sejenak saat saluran radio yang sedang didengarkannya memutar lagu berjudul ‘Bunda’ – Melly goeslow. Dia dengar alunan lagu tersebut pelan – pelan. Sampai ia tertidur saat itu juga.
***
“Ah!” Vita menjerit saat ia baru terbangun dan mendapati ruangan kamarnya telah disinari oleh terik matahari pagi. “Jam berapa ini? Kenapa mamah ngga bangunin aku sih?” Vita langsung bergegas turun dari tempat tidurnya dan segera mandi. Setelah dia mengenakan pakaian seragamnya, dia keluar dari kamar dan langsung mencari ibunya kesana kemari. Namun anehnya, Vita tidak menemukan ibunya walaupun ia sudah mencari keseluruh sudut rumahnya. Vita bingung mondar – mandir tidak karuan, dia berhenti mencari ibunya saat ia lihat jam ditangannya menunjukan pukul 7 lebih 10 menit pagi. “Sial!” dia langsung berlari keluar dari rumah nya untuk berangkat sekolah.
Vita terus saja berlari hingga keluar dari gang komplek rumahnya. Dia melihat sekeliling sejenak untuk mencari becak karena tidak mungkin dia naik angkutan umum saat ini. Beruntung, ada satu becak diseberang gangnya. Segera saja Vita berlari dan naik becak itu. “mang, SMA 58 ya!” perintah Vita pada tukang becak. Saat becak mulai berjalan, sekelebat tampak bendera kuning tertancap didepan gang rumah Vita. “Hah?” sentak Vita kaget. Tapi, ia tidak begitu menghiraukannya.
Sesampainya Vita didepan gerbang sekolah, Vita langsung berlari menuju kekelasnya. Tetapi ada yang aneh disini. Sangat aneh. Sekolah Vita sangat sepi sekali pagi itu. “kenapa ya? Inikan bukan hari libur?” Tanya Vita pada dirinya sendiri.
Ia berjalan perlahan menuju kelasnya. Disetiap sudut, sekolah itu tetap lengang. Tidak ada suara sedikitpun. Vita merasa takut dan segera berlari kekelasnya. Tapi sayang, kelas Vita tampaknya terkunci. Vita berusaha membukanya, tapi tidak bisa, pintu itu terkunci. “Kok kaya gini sih? Pada kemana?” Tanya Vita sekali lagi. Dia berdiri didepan kelas dan berusaha menelepon sahabatnya, tapi tidak diangkat. Dicobanya sekali lagi, tetap tidak diangkat. “Ah, kayanya sekolah udah bubar! “Jadi ngapain tadi sampe buru – buru!” keluh Vita.
          Vita berjalan sendirian meninggalkan kelasnya. Dia tengok kekanan – kiri. Ada yang aneh hari ini! Pikirnya. Dia berjalan perlahan sampai ia berhenti ditangga untuk duduk sebentar. “capeknya..” keluh Vita. Ia mengambil mp3nya, dan segera memutar lagu kesukaannya. Beberapa menit Vita duduk disitu. Sampai ada seorang wanita paruh baya menghampirinya dengan wajah cemas.
          “Ngapain kamu disini?” tanya wanita itu tiba – tiba. Vita bingung dan tidak menjawab pertanyaan wanita itu. “kamu Vita, kan?” tanya wanita itu sekali lagi. “Iya. Kenapa bu?” tanya vita.

          “Sebaiknya kamu cepat pulang!” perintah wanita itu.
          “Iya, bentar lagi juga emang mau pulang. Ibu siapa?” tanya Vita.
          “Sebaiknya kamu pulang sekarang!” kali ini wanita itu membentak Vita.
          Vita tampak bingung sekali. “Memang ada apa dia menyuruhku pulang?” Tanya vita dalam hati.
          Vita akhirnya menuruti kata – kata wanita itu. Dia pulang segera walaupun hanya jalan kaki.
***
          Sesampainya Vita didepan gerbang, Vita dihampiri oleh tukang becak yang pagi tadi mengantar Vita kesekolah. “Neng, cepetan pulang.”
“ada apa mang? Kok mata mang merah gitu?” tanya Vita. “lebih baik mah neng cepet pulang dulu.” Jawab si tukang becak.
          Vita merasa semakin aneh saat itu. Karena khawatir, vita langsung menghampiri rumahnya. “Loh, kok banyak orang sih?” tanyanya saat melihat kerumunan orang berada dirumahnya. Dengan langkah yang cukup pelan Vita masuk kerumah. Vita amati orang – orang dirumahnya satu per satu. Wajah mereka sedih dan mata mereka tampak memerah. Vita tampak gemetar. Apalagi saat ia melihat sahabatnya menangis disitu. Ada apa? Vita ingin bertanya namun bibirnya gemetar. Mana mamah? Dia baru ingat bahwa mamahnya tidak ada saat pagi tadi.
          Ditengah tangisan orang – orang itu, Vita berusaha mencari mamahnya. Mungkin ada diantara mereka, pikirnya. Namun ibunya tidak ada dikerumunan orang itu. Hingga ia tiba diruang tengah. Dia mematung berdiri disana. Bibirnya sulit sekali bergerak. Dia melihat ibunya berbaring dan sudah dibalut oleh kain kafan. Badan Vita lemas seketika saat itu. “Ngga mungkin! Saya ngga mau! Saya ngga mau jadi yatim piatu! Saya belum minta maaf.” Ucap batinnya. Air mata Vita mengalir dengan deras saat itu. Deras sekali. Ia tidak bisa mendengar ucapan orang – orang yang berusaha menenangkannya. Semuanya terasa buram, hingga Vita terjatuh disamping mayat ibunya.
          “mamaaaaah!!! Jangan tinggalin Vita! Bangun mah!! Bangun!” Vita memberontak  dengan air matanya yang mengalir. Mulutnya tidak berhenti menjerit. Namun semuanya memang terlambat ia rasa. Lebih baik aku ikut mati bersamamu mah, ucap kata hatinya. Namun ibunya tetap tidak terbangun. Tubuh mamah yang biasa hangat kini terasa membeku. Tangisan Vita semakin dan semakin deras. Hingga semuanya terasa gelap dan Vita tidak sadarkan diri. “MAAMAAAAAAAAH!!!”
***
          ‘Beep beep’
          Bunyi handphone Vita menandakan ada satu pesan masuk. Bunyi itu membangunkan Vita tiba – tiba.
          “mamaaaaaaaaaaaah!” jerit Vita. “mah! Mamaaaaaah! Maafin Vita!!!!”
          Suara jeritan Vita terdengar hingga ruang makan. Mamah berlari tergesa – gesa kekamar Vita setelah mendengar jeritan itu. “Vita! Kenapa kamu, nak?”  Vita baru tersadar bahwa semuanya hanya mimpi setelah belaian mamah menyentuh rambutnya. Seketika Vita langsung memeluk ibunya. Vita menangis. Mimpi itu adalah mimpi yang sangat nyata dan paling buruk.
          “Mah.. Vita minta maaf..” ucap Vita dengan genangan air mata yang mengalir. Mamah mengerti apa yang terjadi pada anaknya. “ya sayang, sudah jangan menangis ya..” Bagi Vita saat ini adalah saat yang paling menenangkan baginya. Sudah lama ia tidak memeluk ibunya itu. Semua berubah mulai hari itu. Mimpi yang dialami vita telah mengajarkannya untuk tidak melawan orangtuanya. Cukup baginya kehilangan seorang ayah, tidak untuk ibunya. Dia berjanji akan menjaga ibunya sampai ia tua nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar