Kamis, 12 Februari 2015

Hello Goodbye


Tek...tek..tek..
Itulah bunyi yang setiap hari tom dengar. Ini dimulai sejak dokter mentransplantasi jantungnya dengan sebuah jantung elektrik. Bunyi itu terasa begitu menyeramkan, bunyinya akan semakin jelas terdengar saat ia hendak memejamkan mata untuk bergegas tidur. Jantungnya yang sejak 5 tahun lalu divonis terkena penyakit, kali ini sudah 80% tidak berfungsi ditubuhnya. Bahkan untuk berpergian jauh pun dia tidak sanggup. “Beep.. Bepp..” ditengah lamunannya, handphonenya berbunyi menandakan satu panggilan masuk.
“Sudahkah kamu tidur?”
“...” Tom masih terdiam merasakan sakit didalam rusuknya itu.
“Hallo? Tom?”
“Yaa...”
“Kamu.. Mengantuk?”
“Iya, maaf lin aku mengantuk.”
“Oke, tidurlah! Sampai jumpa besok dihotel.”
Ditutupnya hendphone itu dan berbaring ia dengan susah payah. Dia raba sesekali dadanya perlahan dan bergumam, “haruskah ini terjadi padanya?” Tetesan air mata membasahi pipinya setiap malam sejak operasi itu berakhir. Tom si direktur muda sebuah hotel besar yang terkenal dingin itu tampak tidak berdaya. Walaupun ia selalu bersikap bijak dan tegas dimata para karyawannya itu menjalani malam – malam yang berat disetiap harinya hingga besok saatnya ia terbangun.
***
Dengan langkah yang cukup pasti menuju ruangannya. Sudah 3 bulan berlalu sejak ia dipindahkan untuk memimpin hotel ‘Nickos’ yang terkenal itu. Dihotel itu pula ia menjalin hubungan dengan salah satu karyawannya violina, seorang gadis yang menolongnya saat ia sekarat dibandara 1 bulan lalu. Walaupun hubungan mereka belum diketahui oleh orang – orang, namun ia sangat mencintai violina bahkan melebihi dari yang sudah dirasakan oleh violina sendiri.
“Sudah makan siang?” tanya violina dari balik telepon.
“Belum, tapi aku sedang sibuk lin.” Jawab tom agak dingin.
“oh.. ya sudah, ku kira kita bisa makan siang sama – sama.”
Violina termasuk karyawan yang tidak disukai oleh karyawan yang lainnya. Karena ia adalah  gadis dari keluarga yang sangat sederhana dan tidak berpendidikan setinggi karyawan lain. Ia lolos dan dapat bekerja dihotel karena Tom yang memintanya. Namun, Johan salah satu kepala customer disitu selalu mendukung lin karena ia menyimpan perasaan padanya.
“haruskah kamu selalu menelepon saat jam kerja?” tanya jo tiba – tiba.
“maaf pak, haruskah kamu terus muncul tiba – tiba dibelakangku?”
“hmm.. sudahlah haha kau lucu saat kau berkata seperti itu Lin.”
Johan tertawa sepertinya sangat terpaksa dihadapan Lin, karena dia sudah tahu apa saja yang telah dialami oleh Tom. Selain Jo, Rei sahabat Tom juga mengetahui apa penderitaan Tom. Ya, memang hanya Lin yang tidak tahu apa – apa. Dia hanya tahu bahwa ia bahagia bersama Tom.
***
Saat pulang dari hotel, Tom tampak bergegas pergi dengan sangat gelisah. Lin tampak bingung, karena tidak biasanya dia seperti itu.
“Mau kemana?” Tanya Lin.
“Hmmm aku harus pergi menemui Rei.”
“Oh.. terburu – buru sekali sepertinya?”
“Ya, karena ini sangat penting. Lin, tersenyumlah untukku.” Pinta Tom sambil menatap Lin dalam – dalam.
“Hei, kenapa kamu? Aku selalu tersenyum setiap hari. Kau tahu itu kan?”
Tom tertawa sejenak. “Ya ya, aku percaya itu. Nanti malam akan ku antar kau pulang.”
Dengan sebuah senyuman hangat dari Lin, Tom bergegas dengan langkah yang riang menuju sebuah tempat praktik dokter milik sahabatnya Rei. Rei adalah seorang dokter penyakit dalam lulusan sebuah universitas di luar negeri. Sehingga Tom percaya kamampuan Rei tersebut dapat merawatnya dengan baik. Tapi sudah 1 minggu ini Tom tidak mau lagi dirawat oleh Rei dengan alasan bahwa ia sudah semakin sehat. Padahal dia berbohong agar Rei tidak tahu yang sebenarnya.
“Ada apa Rei? Tiba – tiba kau menelepon ku untuk datang kemari segera.” Sapa Tom pada Rei yang tengah duduk terdiam.
Rei diam dan terus diam. Rei sepertinya akan menangis dan marah saat itu. Sikap itu membuat Tom bingung.
“Tom, untuk apa kamu seperti ini.”
“Maksudmu?” Tanya Tom tak mengerti.
“Ya! untuk apa kamu seperti ini!” Rei tak kuat lagi menahan air matanya yang sudah membendung hebat. “Kamu menutupi ini dari ku! Kenapa! Kau tahu, aku sudah memergokimu masuk disebuah klinik pusat transplantasi, karena penasaran aku masuk dan memeriksa semuanya Tom.”
Tom tertegun mendengar sahabatnya bebrbicara seperti itu.
“Rei, kamu tidak perlu memata – matai aku.”
“Tom! Kenapa kamu tidak mengatakannya.”
“perlukah ku jelaskan? Aku hanya tidak mau kamu mengatakannya nanti pada Lin. Aku tidak bisa menerima itu. Biarkanlah aku seperti ini. Anggap tidak terjadi apa – apa. Suatu saat aku ingin mengatakan ‘Goodbye’ pada Lin dengan hati ku yang tulus dan jantungku yang lemah ini tidak akan membuatku menangis saat itu.”
Perkataan Tom yang begitu tulus namun mampu menusuk hati sahabatnya itu membuat Rei diam dan tenggelam di kesedihannya. “Lin bukan satu – satunya orang yang menyayangimu.” Ucap Rei saat Tom sudah meninggalkan klinik Rei untuk pergi menjemput Lin.
***
“Kenapa kamu lama sekali!” Bentak Lin sambil menjitak Tom saat Tom baru saja sampai.
“Ah, sakit! Maaf tadi aku mengobrol banyak pada Rei.”
“Oh ya? Apa?” Tanya Lin penasaran
“Hmmm.” Tom tampak berpikir sejenak. “RAHASIA.”
“Kau menyebalkan!” Ucap Lin dengan nada kesal.
Mereka berjalan beriringan berdua menuju rumah Lin. Tom memang jarang sekali menggunakan mobilnya, karena 1 alasan, ia takut sesuatu yang mengerikan terjadi.
Ditengah perjalanan, Tom melihat sebuah pondok tempat meramal. Tom tertarik melihat itu, mungkin karena sebelumnya dia pernah masuk kesitu.
“ayo, kita kesana!” ajak Tom sambil menarik tangan kekasihnya.
Peramal tua itu ingat pada Tom, “Ah, kau lagi?”
“Pak, bisakah kau meramal kami? Apa kami bisa menikah kelak?” serobot Lin sebelum Tom mulai berbicara.
“Tidak, yang ingin ku tanyakan, apakah aku bisa mati dengan bahagia bersama dia pak?” tanya tom.
“kau aneh, untuk apa bertanya seperti itu, lebih baik kita bertanya apakah kita bisa hidup bahagia.”
“Oke, baiklah aku hanya ingin mengatakan satu hal pada kalian. Hidup itu memang tidak bisa ditebak, lebih baik kamu mulai hidup lebih santai, jangan selalu diisi dengan kerja keras. Suatu saat kamu akan menyesal nanti.”
Tom sangat mengerti apa yang peramal tua itu katakan, tetapi tidak untuk Lin, dia sangat bingung dan sedikit kesal. Lin menggerutu setelah mereka keluar dari situ.
“Hhh.. Kakek itu gila, aku tidak mengerti apa yang dikatakannya.” Gerutu Lin. Sedangkan Tom hanya menyikapinya dengan senyuman. “Lin, kamu mau tinggal bersamaku? Aku merasa sepi tinggal diapartemen itu sendirian, kamu kan  punya kuncinya.”
Lin diam sebentar, “hmm.. tapi..”
“kenapa? Kamu tidak mau?”
“tidak, aku hanya..”
Tom mengerti, “kau bisa percaya padaku. Aku tidak akan macam – macam. Aku hanya ingin ditemani.”
Lin sedikit lega mendengar penjelasan dari pacarnya itu. “baiklah.”
***
Keesokan harinya, pagi – pagi sekali Lin membawa tas kopernya dan segera masuk keapartemen milik Tom. Saat Lin masuk, tidak ada tanda – tanda tom disana. Tom memang sudah pergi pagi – pagi sekali. Lin segera mengambil kesempatan itu untuk membersihkan apartemen Tom, karena disana memang sangat berdebu. “Tom jorok sekali!”
Lin hendak membersihkan meja kerja Tom yang sedikit berantakan, hingga tiba – tiba dia menemukan map biru yang tebal dan sedikit besar. Lin sangat penasaran apa isi dari map besar itu. Dia pun akhirnya membuka map itu. Dia sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Dia sedikit berkeringat dingin dan pucat. Isi dari map itu ternyata hasil laporan kesehatan jantung Tom yang sangat mengejutkan dirinya. Lin ingin menangis. Laporan itu seakan membentur dirinya dengan sangat keras. “kenapa dia menyembunyikan ini dariku?” tanya Lin dalam hatinya. Pertanyaan itu seperti gemuruh yang terus menerus mengisi hati kecilnya. Lin berlari meninggalkan apartemen Tom setelah dia menempatkan map itu ketempat semula.
Lin sama sekali tidak menemui Tom seharian pada hari itu. Entah ia pergi kemana, Tom tidak tahu. Lin juga tidak menghubungi Tom seharian. Hingga di malam harinya, barulah Lin pulang keapartemen Tom. Matanya sedikit sembab. Entah apa yang dilakukannya seharian ini.
“kamu dari mana saja?” tanya Tom.
“aku.. pergi jalan – jalan. Aku mengantuk sekali, aku tidur dulu ya.” Jawab Lin sambil ia masuk kekamarnya.
Lin tidak bisa tidur sepanjang malam itu. Dia terus gelisah. Hingga pada tengah malam, Lin bangkit dari tempat tidurnya dan beranjak kekamar tidur Tom. Dia diam termangu sebentar dipintu kamar Tom hingga ia masuk dan tidur disamping Tom. Tom sepertinya tertidur pulas hingga tidak menyadari kedatangan Lin.
Lin merebah dan memandang Tom sesaat. Dia membuka kancing baju tom satu persatu karena ia ingin melihat dada Tom. Saat satu per satu kancing telah dibuka,  Lin langsung menangis setelah melihat semuanya. Di dada Tom terdapat banyak jahitan bekas operasi yang telah dilakukan berkali – kali. Lin menangis sejadi – jadinya saat itu. Hatinya sangat sakit. tak pernah ia tahu penderitaan Tom selama bersamanya. Kekasih macam apa aku ini. Ucap Lin dalam hati di balik tangisnya. Tom yang sedari tadi berpura – pura tidur itu langsung meneteskan air matanya. Tom langsung merengkuh kekasih disampingnya itu. “akhirnya kau lihat ini. Ini alasan mengapa aku selalu dingin. Aku tidak ingin kau terlalu mencintaiku. Inilah, inilah alasannya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar