Tek...tek..tek..
Itulah bunyi yang setiap hari tom
dengar. Ini dimulai sejak dokter mentransplantasi jantungnya dengan sebuah
jantung elektrik. Bunyi itu terasa begitu menyeramkan, bunyinya akan semakin
jelas terdengar saat ia hendak memejamkan mata untuk bergegas tidur. Jantungnya
yang sejak 5 tahun lalu divonis terkena penyakit, kali ini sudah 80% tidak
berfungsi ditubuhnya. Bahkan untuk berpergian jauh pun dia tidak sanggup.
“Beep.. Bepp..” ditengah lamunannya, handphonenya berbunyi menandakan satu
panggilan masuk.
“Sudahkah kamu tidur?”
“...” Tom masih terdiam merasakan
sakit didalam rusuknya itu.
“Hallo? Tom?”
“Yaa...”
“Kamu.. Mengantuk?”
“Iya, maaf lin aku mengantuk.”
“Oke, tidurlah! Sampai jumpa
besok dihotel.”
Ditutupnya hendphone itu dan
berbaring ia dengan susah payah. Dia raba sesekali dadanya perlahan dan
bergumam, “haruskah ini terjadi padanya?” Tetesan air mata membasahi pipinya
setiap malam sejak operasi itu berakhir. Tom si direktur muda sebuah hotel
besar yang terkenal dingin itu tampak tidak berdaya. Walaupun ia selalu
bersikap bijak dan tegas dimata para karyawannya itu menjalani malam – malam
yang berat disetiap harinya hingga besok saatnya ia terbangun.
***
Dengan langkah yang cukup pasti
menuju ruangannya. Sudah 3 bulan berlalu sejak ia dipindahkan untuk memimpin
hotel ‘Nickos’ yang terkenal itu. Dihotel itu pula ia menjalin hubungan dengan
salah satu karyawannya violina, seorang gadis yang menolongnya saat ia sekarat
dibandara 1 bulan lalu. Walaupun hubungan mereka belum diketahui oleh orang –
orang, namun ia sangat mencintai violina bahkan melebihi dari yang sudah
dirasakan oleh violina sendiri.
“Sudah makan siang?” tanya
violina dari balik telepon.
“Belum, tapi aku sedang sibuk
lin.” Jawab tom agak dingin.
“oh.. ya sudah, ku kira kita bisa
makan siang sama – sama.”
Violina termasuk karyawan yang
tidak disukai oleh karyawan yang lainnya. Karena ia adalah gadis dari keluarga yang sangat sederhana dan
tidak berpendidikan setinggi karyawan lain. Ia lolos dan dapat bekerja dihotel karena
Tom yang memintanya. Namun, Johan salah satu kepala customer disitu selalu
mendukung lin karena ia menyimpan perasaan padanya.
“haruskah kamu selalu menelepon
saat jam kerja?” tanya jo tiba – tiba.
“maaf pak, haruskah kamu terus
muncul tiba – tiba dibelakangku?”
“hmm.. sudahlah haha kau lucu
saat kau berkata seperti itu Lin.”
Johan tertawa sepertinya sangat
terpaksa dihadapan Lin, karena dia sudah tahu apa saja yang telah dialami oleh
Tom. Selain Jo, Rei sahabat Tom juga mengetahui apa penderitaan Tom. Ya, memang
hanya Lin yang tidak tahu apa – apa. Dia hanya tahu bahwa ia bahagia bersama
Tom.
***
Saat pulang dari hotel, Tom
tampak bergegas pergi dengan sangat gelisah. Lin tampak bingung, karena tidak
biasanya dia seperti itu.
“Mau kemana?” Tanya Lin.
“Hmmm aku harus pergi menemui
Rei.”
“Oh.. terburu – buru sekali
sepertinya?”
“Ya, karena ini sangat penting.
Lin, tersenyumlah untukku.” Pinta Tom sambil menatap Lin dalam – dalam.
“Hei, kenapa kamu? Aku selalu
tersenyum setiap hari. Kau tahu itu kan?”
Tom tertawa sejenak. “Ya ya, aku
percaya itu. Nanti malam akan ku antar kau pulang.”
Dengan sebuah senyuman hangat
dari Lin, Tom bergegas dengan langkah yang riang menuju sebuah tempat praktik
dokter milik sahabatnya Rei. Rei adalah seorang dokter penyakit dalam lulusan
sebuah universitas di luar negeri. Sehingga Tom percaya kamampuan Rei tersebut
dapat merawatnya dengan baik. Tapi sudah 1 minggu ini Tom tidak mau lagi
dirawat oleh Rei dengan alasan bahwa ia sudah semakin sehat. Padahal dia berbohong
agar Rei tidak tahu yang sebenarnya.
“Ada apa Rei? Tiba – tiba kau
menelepon ku untuk datang kemari segera.” Sapa Tom pada Rei yang tengah duduk
terdiam.
Rei diam dan terus diam. Rei
sepertinya akan menangis dan marah saat itu. Sikap itu membuat Tom bingung.
“Tom, untuk apa kamu seperti
ini.”
“Maksudmu?” Tanya Tom tak
mengerti.
“Ya! untuk apa kamu seperti ini!”
Rei tak kuat lagi menahan air matanya yang sudah membendung hebat. “Kamu
menutupi ini dari ku! Kenapa! Kau tahu, aku sudah memergokimu masuk disebuah
klinik pusat transplantasi, karena penasaran aku masuk dan memeriksa semuanya
Tom.”
Tom tertegun mendengar sahabatnya
bebrbicara seperti itu.
“Rei, kamu tidak perlu memata –
matai aku.”
“Tom! Kenapa kamu tidak
mengatakannya.”
“perlukah ku jelaskan? Aku hanya
tidak mau kamu mengatakannya nanti pada Lin. Aku tidak bisa menerima itu.
Biarkanlah aku seperti ini. Anggap tidak terjadi apa – apa. Suatu saat aku
ingin mengatakan ‘Goodbye’ pada Lin dengan hati ku yang tulus dan jantungku
yang lemah ini tidak akan membuatku menangis saat itu.”
Perkataan Tom yang begitu tulus
namun mampu menusuk hati sahabatnya itu membuat Rei diam dan tenggelam di
kesedihannya. “Lin bukan satu – satunya orang yang menyayangimu.” Ucap Rei saat
Tom sudah meninggalkan klinik Rei untuk pergi menjemput Lin.
***
“Kenapa kamu lama sekali!” Bentak
Lin sambil menjitak Tom saat Tom baru saja sampai.
“Ah, sakit! Maaf tadi aku
mengobrol banyak pada Rei.”
“Oh ya? Apa?” Tanya Lin penasaran
“Hmmm.” Tom tampak berpikir
sejenak. “RAHASIA.”
“Kau menyebalkan!” Ucap Lin
dengan nada kesal.
Mereka berjalan beriringan berdua
menuju rumah Lin. Tom memang jarang sekali menggunakan mobilnya, karena 1
alasan, ia takut sesuatu yang mengerikan terjadi.
Ditengah perjalanan, Tom melihat
sebuah pondok tempat meramal. Tom tertarik melihat itu, mungkin karena
sebelumnya dia pernah masuk kesitu.
“ayo, kita kesana!” ajak Tom
sambil menarik tangan kekasihnya.
Peramal tua itu ingat pada Tom,
“Ah, kau lagi?”
“Pak, bisakah kau meramal kami?
Apa kami bisa menikah kelak?” serobot Lin sebelum Tom mulai berbicara.
“Tidak, yang ingin ku tanyakan,
apakah aku bisa mati dengan bahagia bersama dia pak?” tanya tom.
“kau aneh, untuk apa bertanya
seperti itu, lebih baik kita bertanya apakah kita bisa hidup bahagia.”
“Oke, baiklah aku hanya ingin
mengatakan satu hal pada kalian. Hidup itu memang tidak bisa ditebak, lebih
baik kamu mulai hidup lebih santai, jangan selalu diisi dengan kerja keras.
Suatu saat kamu akan menyesal nanti.”
Tom sangat mengerti apa yang
peramal tua itu katakan, tetapi tidak untuk Lin, dia sangat bingung dan sedikit
kesal. Lin menggerutu setelah mereka keluar dari situ.
“Hhh.. Kakek itu gila, aku tidak
mengerti apa yang dikatakannya.” Gerutu Lin. Sedangkan Tom hanya menyikapinya
dengan senyuman. “Lin, kamu mau tinggal bersamaku? Aku merasa sepi tinggal
diapartemen itu sendirian, kamu kan
punya kuncinya.”
Lin diam sebentar, “hmm.. tapi..”
“kenapa? Kamu tidak mau?”
“tidak, aku hanya..”
Tom mengerti, “kau bisa percaya
padaku. Aku tidak akan macam – macam. Aku hanya ingin ditemani.”
Lin sedikit lega mendengar
penjelasan dari pacarnya itu. “baiklah.”
***
Keesokan harinya, pagi – pagi
sekali Lin membawa tas kopernya dan segera masuk keapartemen milik Tom. Saat
Lin masuk, tidak ada tanda – tanda tom disana. Tom memang sudah pergi pagi –
pagi sekali. Lin segera mengambil kesempatan itu untuk membersihkan apartemen
Tom, karena disana memang sangat berdebu. “Tom jorok sekali!”
Lin hendak membersihkan meja
kerja Tom yang sedikit berantakan, hingga tiba – tiba dia menemukan map biru
yang tebal dan sedikit besar. Lin sangat penasaran apa isi dari map besar itu.
Dia pun akhirnya membuka map itu. Dia sangat terkejut dengan apa yang
dilihatnya. Dia sedikit berkeringat dingin dan pucat. Isi dari map itu ternyata
hasil laporan kesehatan jantung Tom yang sangat mengejutkan dirinya. Lin ingin
menangis. Laporan itu seakan membentur dirinya dengan sangat keras. “kenapa dia
menyembunyikan ini dariku?” tanya Lin dalam hatinya. Pertanyaan itu seperti
gemuruh yang terus menerus mengisi hati kecilnya. Lin berlari meninggalkan
apartemen Tom setelah dia menempatkan map itu ketempat semula.
Lin sama sekali tidak menemui Tom
seharian pada hari itu. Entah ia pergi kemana, Tom tidak tahu. Lin juga tidak
menghubungi Tom seharian. Hingga di malam harinya, barulah Lin pulang
keapartemen Tom. Matanya sedikit sembab. Entah apa yang dilakukannya seharian
ini.
“kamu dari mana saja?” tanya Tom.
“aku.. pergi jalan – jalan. Aku
mengantuk sekali, aku tidur dulu ya.” Jawab Lin sambil ia masuk kekamarnya.
Lin tidak bisa tidur sepanjang
malam itu. Dia terus gelisah. Hingga pada tengah malam, Lin bangkit dari tempat
tidurnya dan beranjak kekamar tidur Tom. Dia diam termangu sebentar dipintu
kamar Tom hingga ia masuk dan tidur disamping Tom. Tom sepertinya tertidur
pulas hingga tidak menyadari kedatangan Lin.
Lin merebah dan memandang Tom
sesaat. Dia membuka kancing baju tom satu persatu karena ia ingin melihat dada
Tom. Saat satu per satu kancing telah dibuka,
Lin langsung menangis setelah melihat semuanya. Di dada Tom terdapat
banyak jahitan bekas operasi yang telah dilakukan berkali – kali. Lin menangis
sejadi – jadinya saat itu. Hatinya sangat sakit. tak pernah ia tahu penderitaan
Tom selama bersamanya. Kekasih macam apa aku ini. Ucap Lin dalam hati di balik
tangisnya. Tom yang sedari tadi berpura – pura tidur itu langsung meneteskan
air matanya. Tom langsung merengkuh kekasih disampingnya itu. “akhirnya kau
lihat ini. Ini alasan mengapa aku selalu dingin. Aku tidak ingin kau terlalu
mencintaiku. Inilah, inilah alasannya.”